Label

Senin, 19 Juli 2010

Matahari Terbenam di Pantai yang Sedang Terbenam (Bagian 1)

Sebagai orang gunung maka salah satu tempat favorit kami untuk mengisi liburan adalah pantai. Cukup banyak pantai yang pernah kami singgahi, antara lain pantai Anyer (sekitar 6 jam perjalanan darat dari Bandung), pantai di Lampung (yang ini sekedar mampir karena keterbatasan waktu), pantai Cilacap dan Nusakambangan (sekitar 8 jam perjalanan darat dari Bandung), pantai Blanakan di Subang (3 jam), pantai Parangtritis di Yogya sampai pantai Kuta di Bali (dua hari perjalanan darat dari Bandung) dimana sepanjang perjalanan kami sempat mampir ke beberapa pantai lagi antara lain pantai Pasir Putih di daerah Situbondo Jawa Timur.

Terakhir kemarin (tanggal 4 Juli 2010) kami sekeluarga memutuskan untuk mengunjungi pantai Palabuhan Ratu di Sukabumi. Setelah menempuh perjalanan sekitar 4 sampai 5 jam dari Bandung, akhirnya kami tiba di kota Palabuhan Ratu. Untuk mencapai tempat wisata kami harus keluar sedikit dari kota, tidak jauh, hanya sekitar 2-4 km. Kamipun mulai bertanya-tanya tentang tempat menginap. Informasi yang sebelumnya saya kumpulkan dari internet hanya memuat harga-harga hotel yang buat kami harganya masih dapat ditekan lagi. Maklum, kalau saya menyebut "kami" maka itu berarti sejumlah enam orang dewasa dan empat orang anak. Hmm, jumlah yang sangat "Melayu" bukan? Sedang beberapa hotel yang pernah kami rasakan agak rewel mengenai jumlah penghuninya pada setiap kamar.

Memasuki wilayah wisata kami ditarik retribusi sejumlah Rp 20.000 untuk mobil dan penumpangnya. Cukup murah, walau belakangan baru saya sadar bahwa harga itu ternyata sudah hasil Mark-Up...:-). Harusnya hanya Limabelas Ribu Rupiah saja. Selepas itu kendaraan kami menyusuri jalan sepanjang tepi pantai di bawah rimbunnya pepohonan. Suatu pemandangan yang cukup langka bagi daerah pesisir. Tak lama kemudian tampak beberapa kios ikan bakar di sebelah kiri, disusul satu dua penginapan di sebelah kanan jalan. Kesemuanya cenderung sepi, padahal saat itu masih dalam masa liburan sekolah.

Setelah melalui beberapa kelompok kios serta penginapan kamipun berputar kembali, berniat terlebih dahulu menyapa air laut. Memasuki sekelompok kios wisata (dari judulnya banyak tertulis sedia macam2 ikan bakar tentunya) kami baru menyadari bahwa sebagian dari bangunan yang sebelumnya tampak sebagai kios ternyata adalah pondok yang disewakan untuk menginap. Ponpinpan, Pondok Pinggir Pantai. Setelah ditawari seorang pemuda maka akupun bertemu dengan Ibu pemilik pondok itu, sebuah bangunan panggung dari bilik berukuran kira-kira 5 kali 7 meter, berjarak hanya sekitar 25 meter dari tepi air pantai, di bawah kerimbunan pepohonan. Tawar menawarpun terjadi, dari harga Rp 400.000,- untuk seluruh rumah yang terdiri atas 2 kamar dan 2 kamar mandi menjadi tinggal setengahnya, Rp 200.000,-. Hanya saja jangan berharap ada AC, TV dan lain-lain kelengkapan standar hotel. Cukup ada kamar mandi dan kipas angin di dalam kamar. Akhirnya kamipun memutuskan untuk menyewa pondok itu.

Pemandangan di sekeliling tempat kami menginap memang tidak cukup mewah bagi yang terbiasa menginap di hotel. Dengan jarak antar bangunan semi permanen sekitar 5 sampai 10 meter, diseling dengan jalan tanah berpasir pantai, maka daerah itu tidak menjanjikan keindahan dan keteraturan modern. Di depan pondok kami terhampar warung kopi dan mie rebus si Ibu pemilik pondokan, menghalangi hamparan pantai dari teras pondok kami. Di sebelah kanan berjajar warung ikan bakar yang sepi dan beberapa penyewaan kamar mandi, sedang di sebelah kiri berdiri pondok sewaan lainnya. Di belakang kami ada hamparan lapangan yang membuat jarak antara jalan raya dengan pondok sewaan kami sekitar 30-40 meter. Puluhan pohon yang meneduhi membuat udara pantai tidak terasa panas. Keseluruhan, asal bersedia menerima pemandangan wisata ala pribumi (yang penuh kios), maka menginap di Ponpinpan seperti ini dapat berjalan menyenangkan dan murah.

Tidak ada komentar: